31 Maret 2015

PUISI DI BULETIN JEJAK ( FORUM SASTRA BEKASI)

Ini adalah puisi-puisi saya yang termuat di Buletin Jejak(Forum Sastra Bekasi) vol 48/mar/2015





KEMARIN, DI PINGGIR MEMOAR
(Puisi ini ditujukan untuk mengenang alm. ayahanda tercinta Bpk. Dadang. S)


Rasa apa
yang membuat waktu menghening?
kukira sepasang kenari
masih bernyanyi di dahan flamboyan
kerap menggoda kenangan

Kemarin, di pinggir memoar...
hati bergetar
pada sendu cuaca
yang menjelma satu kisah

Biar kuingat,
teduh mata
penuh terang
yang mengusap
jengah hari menjadi bingah
karena
mata jiwa penuh pesona

Biar kuingat
sendu tersipu
rindu merayu

Sekali lagi
kemarin, di pinggir memoar
sejuta rasa
tercipta

Cibadak-Sukamakmur, 2015



BERKAH PAGI

Di atas meja kayu
tungku bara
terhidang
secangkir teh hangat cinta
tiga buah pisang kepok goreng
manis muka
bahan tenaga menjelang kerja
menggarap kebun
pengepul hayat

Wajah ayu tersipu,
tersapu sinar rahayu
rambut hitam tergerai
senyum nafas peredam duka
mengiring doa

Bumbu pelipur raga
berkah pagi yang memula

Bogor, 2014


MENARI DENGAN AISHWARYA RAI

Aku pernah menari dengan Aishwarya Rai
dalam hentak musik mendayu
mata hijau
gemulai badannya
menulariku untuk berirama
pada tangan berhias mehndi henna marun
tatap-tatap mata takjub
menguar gempita energi
aku menari
dalam hujan-hujan bollywood

cring, cring, cring!
gemerincing gelang kaki
menyentak

Aku menari
sampai peluh
membanjiri sendi
cring, cring, cring!

Lalu bingar
seketika sunyi

Ah,
aku pernah menari dengan Aishwarya Rai
walau dalam parade mimpi

Bogor, 2014


Bagi teman-teman yang ingin mengirimkan puisi/cerpen ke Buletin jejak, silahkan kirim puisi/tulisan ke : redaksibuletinjejak@yahoo.com . Bila dimuat akan dikirimkan file Pdf . Salam Sastra ^^
 

 

17 Maret 2015

Tulisan di Rubrik Pengalaman Sejati Majalah Hidayah

Duhh, ternyata udah lama juga ya, saya nggak update blog ini. Kalau oncom mah udah bulukan kayaknya hehehe. Maklum laptopnya cuma satu, jadi  pakenya harus gantian sama si ayah. Jadi kalau si ayah lagi banyak kerjaan, ya syudah ngetiknya ditunda dulu. 

Semoga ada rejekinya, jadi akuuh bisa kebeli lagi leptop ato notebook amiiinnn... ^^ ditambah kemaren-kemaren ada beberapa urusan (duilee urusann heu heu) yang menguras tenaga, keringat serta fikiran 'fiuuuhhh, lap keringet di jidat' jadinya nggak sempet mulu deh ngetiknya *alesaann ^^

Nah berhubung beberapa hari ini leptopnya nganggur, oke deh mari kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya^^

Kali ini saya mau share tulisan saya yang dimuat di Majalah Hidayah edisi Februari 2015 lalu. Walaupun awalnya ragu nich mau di post apa nggak ya? hmmm tapi akhirnya saya post deh, siapa tahu ada manfaat yang bisa dipetik. 

Tau kan majalah hidayah? adalah majalah yang membahas pengetahuan tentang dunia islam , cuma covernya kadang-kadang suka serem-serem *pensive*. Adik bungsu saya suka banget sama majalah ini dan langganan tiap bulan (info gak penting yee kakakakakakakakkk) jadi suka nebeng baca deh heuheu

Lanjooot, jadi, majalah Hidayah itu menerima tulisan untuk rubrik pengalaman sejati tentang pengalaman menarik dari para pembacanya  yang bisa dijadikan renungan atau ikhtibar/manfaat. Dan setiap edisi memuat tiga cerita dan diurutkan mulai dari terbaik pertama, kedua, dan ketiga. Bila dimuat, akan mendapat hadiah kiriman majalah hidayah gratis setiap bulannya. Dimana terbaik pertama mendapat kiriman majalah hidayah gratis selama setahun, terbaik kedua gratis enam bulan dan terbaik ketiga gratis tiga bulan.

Saya  mengirimkan tulisan ini ke majalah hidayah kira-kira setahun yang lalu dan tanpa ada  maksud apapun, semata-mata memang ingin berbagi sebuah pengalaman yang memang benar-benar saya alami dan ternyata terpilih untuk dimuat setaun kemudian di 2015 ini.


(judul aslinya sich Sekaleng Beras, cuma diganti pihak majalah Hidayah jadi: SEKALENG BERAS JADI SEKARUNG BERAS)

Beberapa tahun yang lalu ada kejadian yang sangat berkesan bagi saya dan keluarga. Saya masih mengingatnya sampai sekarang. Waktu itu kondisi keuangan keluarga saya sedang tidak baik. Saat itu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ibu saya sering berhutang ke warung. Sedangkan saya dan dua adik saya masih bersekolah. Jadi praktis saat itu hanya ayah yang mencari nafkah. Sedang ibu seorang ibu rumah tangga yang hanya bisa mengatur pengeluaran pokok seefisien mungkin.

Suatu hari, seingat saya Minggu pagi sekitar pukul 08.00 WIB, ada seorang kakek yang sudah terlihat begitu renta dan kepayahan berdiri di depan rumah. Sepertinya kakek itu seorang pengemis. Saat itu saya tanya ada perlu apa, kakek itu menjawab ingin meminta sedekah beras. Lalu saya bilang kepada ibu bahwa ada yang meminta sedekah beras.

Bergegas ibu pergi ke dapur dan melihat tempat penyimpanan beras. Tapi, ternyata hanya ada sekaleng beras yang tersisa, kurang lebih satu liter. Itu pun harusnya untuk makan kami sekeluarga dihari itu. Tetapi ibu tetap menyuruh saya memberikan beras yang hanya tinggal sekaleng itu kepada kakek pengemis itu.

Saya tanya ibu "Nanti, kita bagaimana bu, kalau berasnya habis? dan kalau orangnya pura-pura, bagaimana bu?"
"Ya, itu hanya Allah yang tahu. Mudah-mudahan ada rezeki lagi dari Allah. Nanti ibu bisa beli lagi. Kasihan kakek-kakeknya" terang ibuku saat itu.

Setelah beras diberikan, kakek itu mendoakan agar saya dan keluarga diberi gantinya dan diberikan keberkahan. Saya hanya mengaminkan. Si kakek akhirnya pergi dengan membawa beras.

Tidak berapa lama, selang 1-2 jam setelah kakek itu pergi, kira-kira pukul 10.00 wib ada tukang ojek ke rumah mengantarkan sekarung beras dengan kualitas beras yang bagus dan pulen. Semua bingung, termasuk ibu saya. Ibu bertanya pada tukang ojek itu dari mana asal muasalnya. Soalnya ibu saya merasa tidak pernah memesan beras sebelumnya. Takut salah alamat. Apalagi ibu saya belum pernah mendapatkan kiriman beras  sebelumnya dari siapapun juga.

Tukang ojek hanya mengatakan dia disuruh oleh seseorang dan tidak terlalu memerhatikan orang yang menyuruhnya itu. Tukang ojek hanya menyebutkan nama bapak saya dan alamat rumah yang ternyata memang sesuai dengan fakta yang ada. Subhanallah... kami semua benar-benar tidak percaya dan terharu sekali.

Semua bingung, karena tiba-tiba mendapat rezeki berupa satu karung beras yang bukan saja cukup untuk satu hari tapi juga cukup untuk satu bulan. Apakah ini karena ibu saya ikhlas bersedkah kepada kakek pengemis itu? Wallahu alam...

Yang pasti sampai sekarang kami semua tidak tahu siapa yang mengirim beras tersebut. Rasanya, kalau bukan karena kebesaran Allah SWT, ini sangat tidak mungkin. Kami hanya bisa mengucap syukur Alhamdulillah kepada Allah swt dan berharap siapapun yang memberi beras itu kepada kami diberi pahala yang setimpal.

Semoga pengalaman ini bisa memotivasi dalam beramal dan berbuat kebaikan semampu kita. Semata-mata dilandasi ketaqwaan kepada Allah swt.


 ***
  
Begitulah pengalaman yang benar-benar saya alami beberapa tahun lalu. Masih membekas lho sampai sekarang. Ya, walaupun mungkin di zaman sekarang rasanya kita harus lebih waspada tidak bisa langsung percaya begitu saja terutama dengan orang asing. Tapi semua dikembalikan lagi kepada individu masing-masing.

Semoga tulisan sederhana tentang pengalaman saya ini bisa diambil manfaatnya.